Keberhasilan pembangunan tidak bisa dilakukan oleh satu orang/kelompok masyarakat namun tetap dilakukan secara bersama-sama dan bersinergi, karena keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari fisik belaka namun harus mampu dirasakan secara non fisik/bermanfaat secara berkesinambungan sehingga pembangunan itu tidak mubazir yaitu hanya bisa dimanfaatkan dan dirasakan oleh segelintir masyarakat. Memperhatikan pembangunan melalui indikator bersifat kuantitatif akan menimbulkan permasalahan baru dalam pembangunan. Semenjak era Pemerintahan Jokowi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dimana Undang-Undang 23 Tahun 2014 ini bertujuan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping itu pula efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antar daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Dimana dalam kebijakannya pembangunan nasional dimulai dari pembangunan desa karena keberhasilan pembangunan desa yang secara otomatis merupakan cerminan dari keberhasilan pembangunan nasional dimana strateginya seperti makan bubur yaitu dilakukan dari pinggir kemudian sedikit-demi sedikit akan ke pusat, hal ini diyakini Pejabat Gubernur Kalimantan Utara Triyono Budi Sasongko, M.Si saat menyampaikan gagasannya dalam Seminar Nasional Pengembangan Sumber Daya Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan di Auditorium Graha Widyatama Unsoed, Kamis, 19 November 2015. (www.unsoed.go.id) Meyakini bahwa cita-cita nasional akan terwujud melalui pembangunan perdesaan yang berhasil. “Keberhasilan pembangunan nasional merupakan sigma dari hasil pembangunan perdesaan yang dikelola dengan baik dan profesional oleh aparatur dan masyarakat desa,” jelasnya.
Program pemerintah yang sudah dilaksanakan akan menjadi mubazir apabila tidak adanya kesadaran, dukungan dan partisipasi dari masyarakat. sehingga sangat dibutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat untuk selalu bekerja keras keluar dari jaringan kemiskinan karena dengan kesadaran dan kerja keras masyarakat merupakan kunci utama dari keberhasilan program-program tersebut. Partisipasi aktif dalam pembangunan akan menumbuhkan pemberdayaan masyarakat sehingga hal ini memberi ruang yang cukup luas bagi masyarakat untuk melibatkan diri dari mulai proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi terhadap hasil dari pembangunan itu sendiri. Dimana Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. (pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Tentang Desa Nomor 6 Tahun 2014). Semenjak diberlakukan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang secara tidak langsung menambah sumber pendapatan desa itu sendiri, dan hal ini juga menjadi salah satu penunjang dalam pelaksanaan pembangunan di desa. Tetapi proses pembangunan yang ada di desa tidak dukung dengan sumber daya manusia yang mumpuni dimana tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan masih rendah, dan pekerjaan mereka hanya mengandalkan tenaga seperti (buruh tani, peternak, dan buruh serabutan).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori dari Santoso Sastropoetra dan Nawawi, partisipasi menurut Santoso Sastropoetra berpendapat bahwa: “Partisipasi adalah sebagai ketersediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.” (Santoso Sastropoetra 1986 : 3)
Dan jenis-jenis dan bentuk-bentuk partisipasi antara lain:
Dalam beberapa situasi, pemberdayaan dapat dilakukan secara individual, walaupun pada akhirnya tetap berkaitan dengan kolektivitas, Pemberdayaan dalam pelaksanaannya, proses dan pencapaian tujuan dilakukan melalui Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan (Nawawi, 2009 : 67) :
Dengan adanya program pembangunan nasional yang mengedepankan pembangunan desa atau pembangunan yang dimulai dari pinggir seperti layaknya makan bubur dimana desa diberikan keleluasaan penuh dalam mengurus pemerintahannya dengan didukung oleh sumber daya dimiliki. Sehingga diharapkan pembangunan melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dan memberdayakan dirinya dalam proses pembangunan demi tercapainya tujuan dari pembangunan itu sendiri.